Selasa, 12 Juni 2012

Titrasi Iodometri Penentuan Kadar Iodat


TITRASI IODOMETRI
REDOKSIMETRI (Percobaan 6)
PENENTUAN KADAR IODAT PADA GARAM DAPUR (Percobaan 7)
I.                Waktu / Tempat Praktikum : Rabu,18 April 2012 / Lab Kimia Jur. Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar

II.             Tujuan
1.      Mahasiswa dapat membuat larutan baku Na2S2O3 0,005 N dan KIO3 0,005 N yang diperlukan untuk titrasi
2.      Mahasiswa dapat melakukan standarisasi Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N.
3.      Mahasiswa dapar menentukan kadar iodat pada garam dapur

III.          Prinsip
Titrasi iodometri (redoksimetri) termasuk dalam titrasi dengan cara tidak langsung, dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang nantinya dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3. Cara ini digunakan untuk penentuan oksidator H2O2. Pada oksidator ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang akan dititrasi dengan Na2S2O3. Sebagai indicator, digunakan larutan kanji. Titik akhir titrasi pada iodometri apabila warna biru telah hilang.

IV.          Dasar Teori
Titrasi reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi. (Siregar,2010)
Dasar dari cara iodometri adalah reaksi kesetimbangan dari iodium dan iodide
I2 + 2e         2I- dengan demikian 1 grol I2 = 2 grek.
Titrasi dengan iodometri dapat dibagi menjadi 2 cara :
1.   Cara langsung
Iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan menggunakan larutan tiosulfat. (Saragih,-)
Reduktor + I2 → 2I-
Na2S2O3 + I2 → NaI + Na2S4O6
2.   Cara tidak langsung
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat. (Saragih,-)
Oksidator + KI →  I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6
Dalam hal ini iodide sebagai perediksi diubah menjadi iodium. Iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Cara iodometri digunakan untuk untuk menentukan zat pengoksidasi, misalnya penentuan zat oksidator H2O2. Pada oksidator ini ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3.
Reaksi :
H2O2 + KI + HCl I2 + KCl + 2H2O
Pembakuan Larutan Na2S2O3
Pembakuan Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3, Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat. Larutan baku yang digunakan untuk standarisasi thiosulfat sendiri adalah KIO3 dan terjadi reaksi:
Oksidator + KI I2
I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer. (Khopkar,1990)
Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 0,5%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. (Rivai,1995)

V.             Alat dan Bahan
Alat
Bahan
1.      Buret 50 mL
2.      Beaker glass
3.      Neraca analitik
4.      Spatel
5.      Gelas ukur
6.      Labu takar 500 mL
7.      labu takar 250 mL
8.      pipet volume 25 mL
9.      gelas arlogi
10.  batang pengaduk
11.  Erlenmeyer
12.  Pipet ukur 5 mL
13.  Botol tertutup
1.      Na2S2O3
2.      Na2O3
3.      Air suling
4.      I2
5.      KI
6.      H2SO4 2N
7.      Amilum
8.      As2O3
9.      NaOH 1N
10.  Garam dapur
11.  Label


VI.          Cara Kerja
·         Pembuatan Larutan NaS2O3 0,005 N
1.      0,6205 gram NaS2O3 ditimbang dalam gelas arloji pada neraca analitik
2.      Dimasukkan ke dalam gelas beaker kemudian dilarutkan dengan 50 ml aquades dan ditambahkan 10, g Na2CO3.
3.      Larutan diaduk hingga homogen dan dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL.
4.      Larutan lalu diencerkan dengan air suling bebas CO2 sampai volume larutan 500 mL
5.      Simpan dalam botol yang tertutup dan diberi label.

·         Pembuatan Larutan KIO3 0,005 N
1.      0,0891 gram kristal KIO3 ditimbang dengan gelas arloji pada neraca analitik.
2.      Dilarutkan dengan aquades kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 500 mL.
3.      Ditambahkan aquades sampai tepat pada tanda 500 mL.

·         Pembuatan Larutan H2SO4 2N 100 mL
1.      Disiapkan labu ukur 100 mL yang telah diisi aquades + ¾ volumenya.
2.      H2SO4 pekat (36N) dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang telah disiapkan lewat dinding.
3.      Ditambahkan aquades sampai tanda 100 mL kemudian dikocok.
·         Standarisai NaS2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N
1.      Dipipet 25 mL KIO3 0,005 N dan dimasukkan dalam Erlenmeyer.
2.      Ditambahkan 2 gram KI yang bebas iodat dan 5 mL H2SO4 2N.
3.      Larutan ditirasi dengan Natrium Thiosulfat yang akan ditentukan normalitasnya.
4.      Saat warna kuning hampir menghilang, titrasi dihentikan dan ditambahkan indicator amilum.
5.      Titrasi dilanjutkan sampai warna biru larutan tepat hilang.
6.      Dihitung normalitas NaS2O3.

·         Penentuan Kadar Iodat pada Garam Dapur
1.      Ditimbang 25 gram garam.
2.      Ditambahkan aquades dengan volume 125 mL.
3.      Ditambahkan 2 gram KI yang bebas iodat.
4.      Ditambahkan 5 mL asam sulfat 2N.
5.      Dititrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat yang telah diketahui normalitasnya.
6.      Saat warna kuning iodium hampir hilang, titrasi dihentikan dan ditambahkan indicator amilum.
7.      Titrasi dilanjutkan sampai warna biru larutan tepat hilang
8.      Dihitung kadar iodum dalam garam dapur.

VII.       Hasil Pengamatan
Percobaan 6
Sebelum ditambahkan indicator, larutan KIO3 berwarna bening. Setelah ditambahkan H2SO4, larutan menjadi berwarna kuning. Saat warna kuning hilang, ditambahkan indicator kanji, dan pemberian indicator kanji, larutan menjadi berwarna biru. Setelah warna biru larutan titrat hilang, titrasi dihentikan. Volume titran dicatat sebagai vol. titrasi.
Perhitungan.
Hasil titrasi Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N:                        
Vol. titrasi 1 : 25 ml
Vol. titrasi 2 : 25,8 ml
Vol. titrasi 3 : 24,6 ml
Vol. titrasi rata – rata : 25,133 ml
KIO3                 = Na2S2O3
V1 . N1              = V2 . N2
25 ml . 0,005 N = 25,133 ml . N2
0,125                 = 25,133 . N2
N2                     = 0,0049 N
Jadi normalitas dari Na2S2O3 pada titrasi iodometri ini adalah 0,0049 N

Percobaan 7

Volume Titrasi (ml)
Kadar Iodium
I
II
II
Rata-rata
Garam I
6,3
6
6
6,1
42,64 ppm
Garam II
0,2
0,4
-
0,3
2,097 ppm
Garam III
1,7
2
1,9
1,87
13,073 ppm



VIII.    Pembahasan
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodium. Iodium yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat.
Cara iodometri dapat digunakan untuk menentukan kadar iodium dalam garam. Pada oksidator/ garam ini ditambahkan larutan KI dan H2SO4 sebagai asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 dan dapat ditentukan kadarnya. Namun, sebelumnya, larutan Na2S2O3 ini harus dibakukan atau distandarisasi terlebih dahulu. Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganate. Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi kuning kecoklatan. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
Untuk senyawa yang memiliki potensial reduksi yang rendah dapat direaksikan secara sempurna dalam suasana asam. Indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji (amilum) yang dapat membentuk senyawa absorpsi dengan iodium yang dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas.  Titik akhir titrasi iodometri ialah apabila warna biru telah hilang.

IX.          Simpulan
1.      Untuk standarisasi Na2S2O3 dengan larutan KIO3 digunakan titrasi dengan metode iodometri karena Na2S2O3 dapat dioksidasi oleh KIO3 dengan penambahan KI dan asam sulfat.
2.      Larutan Na2S2O3 digunakan sebanyak 25,133 ml untuk titrasi 25 ml CaCO3. Titik akhir titrasi terjadi saat larutan titrat kehilangan warna biru.
3.      Penentuan kadar iodium dalam garam dilakukan dengan metode iodometri karena iodium akan dihasilkan dari reaksi redoks oleh Na2S2O3. Kadar Iodium garam I adalah 42,64 ppm, garam II adalah 2,097 ppm dan garam III memiliki kadar iodium 13,073 ppm. Sehingga, garam I adalah garam yang memiliki kadar iodium paling banyak.

X.             Saran
Praktikum ini sudah berjalan dengan baik, tertib dan lancar. Dengan partisipasi penuh dari semua dosen pembimbing. Namun, perlu ditingkatkan kedisiplinan dari seluruh praktikan dalam menjalankan praktikum agar praktikum lebih lancar lagi. Diperlukan juga pengarahan sebelum praktikum sehingga praktikan lebih memahami apa yang akan dilakukan.

XI.          Daftar Pustaka
Saragih, S., Iodometri dan Iodimetri, http://www.scribd.com/doc/23569314/Iodometri-Dan-Iodimetri, 23 April 2012.
Satuan Acara Praktikum Kimia Analitik (Semester II), Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Analis Kesehatan 2012
Siregar, K. 2010. Titrasi Oksidasi Reduksi. http://khairunnisasiregar.wordpress.com/2010/ 11/05/titrasi-oksidasi-reduksi/
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar