TITRASI IODOMETRI
REDOKSIMETRI (Percobaan 6)
PENENTUAN KADAR IODAT PADA GARAM
DAPUR (Percobaan 7)
I.
Waktu
/ Tempat Praktikum : Rabu,18 April 2012 / Lab Kimia Jur.
Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar
II.
Tujuan
1. Mahasiswa
dapat membuat larutan baku Na2S2O3 0,005 N dan
KIO3 0,005 N yang diperlukan untuk titrasi
2. Mahasiswa
dapat melakukan standarisasi Na2S2O3 0,005 N dengan
KIO3 0,005 N.
3. Mahasiswa
dapar menentukan kadar iodat pada garam dapur
III.
Prinsip
Titrasi
iodometri (redoksimetri) termasuk dalam titrasi dengan cara tidak langsung,
dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang nantinya
dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3. Cara
ini digunakan untuk penentuan oksidator H2O2. Pada oksidator
ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang akan
dititrasi dengan Na2S2O3. Sebagai indicator,
digunakan larutan kanji. Titik akhir titrasi pada iodometri apabila warna biru
telah hilang.
IV.
Dasar
Teori
Titrasi reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan
kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi
dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi. (Siregar,2010)
Dasar dari cara iodometri adalah reaksi kesetimbangan dari iodium
dan iodide
I2 + 2e
2I- dengan demikian 1 grol I2 = 2 grek.
Titrasi dengan iodometri dapat dibagi menjadi 2
cara :
1. Cara
langsung
Iodimetri merupakan analisis titrimetri
yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan
menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan.
Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan menggunakan larutan tiosulfat.
(Saragih,-)
Reduktor + I2 → 2I-
Na2S2O3 +
I2 → NaI + Na2S4O6
2. Cara
tidak langsung
Iodometri
adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat
oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi iodida
yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk ditentukan dengan
menggunakan larutan baku natrium tiosulfat. (Saragih,-)
Oksidator +
KI → I2 + 2e
I2 +
Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6
Dalam hal ini iodide sebagai perediksi diubah
menjadi iodium. Iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan natrium
tiosulfat. Cara iodometri digunakan untuk untuk menentukan zat pengoksidasi,
misalnya penentuan zat oksidator H2O2. Pada oksidator ini
ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian
dititrasi dengan Na2S2O3.
Reaksi :
H2O2 + KI + HCl → I2 + KCl + 2H2O
Pembakuan Larutan Na2S2O3
Pembakuan
Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3,
Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung
dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium
yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat. Larutan baku yang digunakan
untuk standarisasi thiosulfat sendiri adalah KIO3 dan terjadi
reaksi:
Oksidator
+ KI → I2
I2
+ 2Na2S2O3 →
2NaI
+ Na2S4O6
Natrium
tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi,
namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat,
karena sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena
alasan-alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk
dijadikan sebagai larutan baku standar primer. (Khopkar,1990)
Pembakuan
larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium
iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau
dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar
sekundernya. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam
proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang
merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam
sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan
kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan asam
sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab
larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral
atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3-
+ 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
Indikator
yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 0,5%. Penambahan
amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar
amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi
untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera
mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir
titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru
mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk
memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi.
Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks
iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya
ditambahkan pada titik akhir titrasi. (Rivai,1995)
V.
Alat
dan Bahan
Alat
|
Bahan
|
1. Buret
50 mL
2. Beaker
glass
3. Neraca
analitik
4. Spatel
5. Gelas
ukur
6. Labu
takar 500 mL
7. labu
takar 250 mL
8. pipet
volume 25 mL
9. gelas
arlogi
10. batang
pengaduk
11. Erlenmeyer
12. Pipet
ukur 5 mL
13. Botol
tertutup
|
1. Na2S2O3
2. Na2O3
3. Air
suling
4. I2
5. KI
6. H2SO4
2N
7. Amilum
8. As2O3
9. NaOH
1N
10. Garam
dapur
11. Label
|
VI.
Cara
Kerja
·
Pembuatan Larutan NaS2O3
0,005 N
1. 0,6205
gram NaS2O3 ditimbang dalam gelas arloji pada neraca
analitik
2. Dimasukkan
ke dalam gelas beaker kemudian dilarutkan dengan 50 ml aquades dan ditambahkan
10, g Na2CO3.
3. Larutan
diaduk hingga homogen dan dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL.
4. Larutan
lalu diencerkan dengan air suling bebas CO2 sampai volume larutan
500 mL
5. Simpan
dalam botol yang tertutup dan diberi label.
·
Pembuatan Larutan KIO3 0,005 N
1. 0,0891
gram kristal KIO3 ditimbang dengan gelas arloji pada neraca analitik.
2. Dilarutkan
dengan aquades kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 500 mL.
3. Ditambahkan
aquades sampai tepat pada tanda 500 mL.
·
Pembuatan Larutan H2SO4 2N
100 mL
1. Disiapkan
labu ukur 100 mL yang telah diisi aquades + ¾ volumenya.
2. H2SO4
pekat (36N) dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang telah disiapkan lewat
dinding.
3. Ditambahkan
aquades sampai tanda 100 mL kemudian dikocok.
·
Standarisai NaS2O3 0,005
N dengan KIO3 0,005 N
1. Dipipet
25 mL KIO3 0,005 N dan dimasukkan dalam Erlenmeyer.
2. Ditambahkan
2 gram KI yang bebas iodat dan 5 mL H2SO4 2N.
3. Larutan
ditirasi dengan Natrium Thiosulfat yang akan ditentukan normalitasnya.
4. Saat
warna kuning hampir menghilang, titrasi dihentikan dan ditambahkan indicator
amilum.
5. Titrasi
dilanjutkan sampai warna biru larutan tepat hilang.
6. Dihitung
normalitas NaS2O3.
·
Penentuan Kadar Iodat pada Garam Dapur
1. Ditimbang
25 gram garam.
2. Ditambahkan
aquades dengan volume 125 mL.
3. Ditambahkan
2 gram KI yang bebas iodat.
4. Ditambahkan
5 mL asam sulfat 2N.
5. Dititrasi
dengan larutan Natrium Thiosulfat yang telah diketahui normalitasnya.
6. Saat
warna kuning iodium hampir hilang, titrasi dihentikan dan ditambahkan indicator
amilum.
7. Titrasi
dilanjutkan sampai warna biru larutan tepat hilang
8. Dihitung
kadar iodum dalam garam dapur.
VII.
Hasil
Pengamatan
Percobaan 6
Sebelum ditambahkan
indicator, larutan KIO3 berwarna bening. Setelah ditambahkan H2SO4,
larutan menjadi berwarna kuning. Saat warna kuning hilang, ditambahkan
indicator kanji, dan pemberian indicator kanji, larutan menjadi berwarna biru.
Setelah warna biru larutan titrat hilang, titrasi dihentikan. Volume titran
dicatat sebagai vol. titrasi.
Perhitungan.
Hasil titrasi Na2S2O3
0,005 N dengan KIO3 0,005 N:
Vol. titrasi 1 : 25 ml
Vol. titrasi 2 : 25,8
ml
Vol. titrasi 3 : 24,6
ml
Vol. titrasi rata –
rata : 25,133 ml
KIO3 = Na2S2O3
V1 . N1 = V2 . N2
25 ml . 0,005 N = 25,133 ml . N2
0,125 = 25,133 . N2
N2 = 0,0049 N
Jadi normalitas dari Na2S2O3
pada titrasi iodometri ini adalah 0,0049 N
Percobaan 7
Volume Titrasi (ml)
|
Kadar Iodium
|
||||
I
|
II
|
II
|
Rata-rata
|
||
Garam I
|
6,3
|
6
|
6
|
6,1
|
42,64
ppm
|
Garam II
|
0,2
|
0,4
|
-
|
0,3
|
2,097
ppm
|
Garam III
|
1,7
|
2
|
1,9
|
1,87
|
13,073
ppm
|
VIII.
Pembahasan
Iodometri
adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat
oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi iodida yang
ditambahkan membentuk iodium. Iodium yang terbentuk ditentukan dengan
menggunakan larutan baku natrium tiosulfat.
Cara
iodometri dapat digunakan untuk menentukan kadar iodium dalam garam. Pada
oksidator/ garam ini ditambahkan larutan KI dan H2SO4
sebagai asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 dan dapat ditentukan kadarnya.
Namun, sebelumnya, larutan Na2S2O3 ini
harus dibakukan atau distandarisasi terlebih dahulu. Pembakuan larutan natrium
tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat,
tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganate.
Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium
tiosulfat adalah kalium iodat standar. Larutan thiosulfat sebelum digunakan
sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih
dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat
ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan
setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi kuning
kecoklatan. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah
memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium
iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya
adalah sebagai berikut :
IO3-
+ 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
Untuk senyawa
yang memiliki potensial reduksi yang rendah dapat direaksikan secara sempurna
dalam suasana asam. Indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator
kanji (amilum) yang dapat membentuk senyawa absorpsi dengan iodium yang
dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat. Penambahan amilum yang
dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak
membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke
senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan
sifat I2 yang mudah menguap. Pada titik akhir titrasi iod yang
terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang
dan perubahannya sangat jelas. Titik akhir titrasi iodometri ialah apabila
warna biru telah hilang.
IX.
Simpulan
1. Untuk
standarisasi Na2S2O3
dengan larutan KIO3 digunakan titrasi dengan metode iodometri karena
Na2S2O3 dapat dioksidasi
oleh KIO3 dengan penambahan KI dan asam sulfat.
2. Larutan
Na2S2O3 digunakan
sebanyak 25,133 ml untuk titrasi 25 ml CaCO3. Titik akhir titrasi
terjadi saat larutan titrat kehilangan warna biru.
3. Penentuan
kadar iodium dalam garam dilakukan dengan metode iodometri karena iodium akan
dihasilkan dari reaksi redoks oleh Na2S2O3.
Kadar Iodium garam I adalah 42,64 ppm, garam II adalah 2,097 ppm dan garam III
memiliki kadar iodium 13,073 ppm. Sehingga, garam I adalah garam yang memiliki
kadar iodium paling banyak.
X.
Saran
Praktikum ini sudah
berjalan dengan baik, tertib dan lancar. Dengan partisipasi penuh dari semua
dosen pembimbing. Namun, perlu ditingkatkan kedisiplinan dari seluruh praktikan
dalam menjalankan praktikum agar praktikum lebih lancar lagi. Diperlukan juga
pengarahan sebelum praktikum sehingga praktikan lebih memahami apa yang akan
dilakukan.
XI.
Daftar
Pustaka
Saragih, S.,
Iodometri dan Iodimetri, http://www.scribd.com/doc/23569314/Iodometri-Dan-Iodimetri, 23 April 2012.
Satuan
Acara Praktikum Kimia Analitik (Semester II), Politeknik Kesehatan Denpasar
Jurusan Analis Kesehatan 2012
Siregar, K. 2010. Titrasi Oksidasi
Reduksi. http://khairunnisasiregar.wordpress.com/2010/ 11/05/titrasi-oksidasi-reduksi/
Khopkar,
S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Rivai,
Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar