BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Mahasiswa
mampu melakukan penetapan kadar parasetamol dalam tablet menggunakan spektrofotometri uv-vis
2.
Tujuan Khusus
a. Dapat membuat kurva hubungan
konsentrasi parasetamol dan absorbansi pada panjang gelombang maksimum.
b. Dapat membuat persamaan regresi
linier.
c. Dapat menentukan kadar parasetamol
dalam tablet dengan spektrofotometri UV-Vis dengan kurva kalibrasi regreasi dan
persamaan garis regresi linier
II. Latar
Belakang
Panas tinggi atau demam
adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi daripada biasanya atau diatas
suhu normal. Umumnya terjadi ketika seseorang mengalami gangguan kesehatan.
Suhu normal manusia berkisar antara 36-370 C. Demam merupakan
bentuk pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dengan mengeluarkan zat
antibodi. Pengeluaran zat antibodi yang lebih banyak daripada biasanya ini
diikuti dengan naiknya suhu (Widjaja, 2001).
Parasetamol atau
asetaminofen adalah obat yang dapat digunakan untuk meredakan demam. Selain itu
Parasetamol juga dapat digunaan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan
sakit ringan. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik salesma dan
flu. Parasetamol aman dan dapat memberikan efek bila diberikan dalam dosis
standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak
sengaja sering terjadi.
Untuk mengetahui
seberapa kandungan atau jumlah zat paracetamol dalam suatu obat, maka perlu
dilakukan penetapan kadar parasetamol dalam tablet dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
Natrium
hidroksida juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam
kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natrium
Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang
kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Dalam kegiatan praktikum penentuan kadar
parasetamol dalam sampel tablet, NaOH difungsikan sebagai pelarut untuk melarutkan
sampel parasetamol. Dalam kegiatan praktikum, larutan NaOH yang dibuat memiliki
konsentrasi 0,1 N, dimana prosedur pembuatannya adalah dengan melarutkan 4 gram
NaOH padat yang kemudian dilarutkan dalam 1000 mL aquades atau air suling bebas
CO2. Penggunaan air suling bebas CO2 dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya reaksi antara NaOH dengan CO2 yang dapat
membentuk senyawa (Na2CO3 2
NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O) yang
dapat menjadi pengotor dalam proses analisis parasetamol.
5.2.
Pembuatan Larutan Stok Baku Parasetamol
Parasetamol atau asetaminen adalah obat analgesik dan antipiretik yang
populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala,
sengal-sengal dan sakit ringan, serta demam.
Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik selesma dan flu. Berbeda dengan
obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen,
parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong
dalam obat jenis NSAID.
Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau
mengganggu gumpalan darah, ginjal,
atau duktus arteriosus pada janin.
Dalam
kegiatan praktikum penentuan parasetamol , terlebih dahulu disiapkan larutan
stok baku, yaitu larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara pasti dan
digunakan sebagai larutan induk. Pembuatan larutan stok baku parasetamol dibuat
dengan cara melarutkan 1 mg parasetamol kedalam 100 mL NaOH 1 N sehingga
didapatkan kadar 0,01 mg/ml. Namun, dalam kegiatan praktikum didapatkan kendala
dalam proses penimbangan dimana batas deteksi neraca yang digunakan adalah 10
mg , sehingga perlu dilakukan pengenceran 10 mg parasetamol dalam 10 mL NaOH
atau dengan konsentrasi 1mg/mL (1000µg/mL), untuk mendapatkan larutan dengan
kadar 10µg/mL maka dari larutan dengan konsentrasi 1000µg/mL dilakukan
pemipetan sebanyak 1 ml dan ditambahkan NaOH hingga didapatkan volume 100
mL sehingga didapatkan kadar larutan
stok baku sebesar 10µg/mL atau 0,01 mg/mL.
5.3
Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Parasetamol
Pada
umumnya analisa kuantitatif yang menggunakan instrument spektrofotometer
membutuhkan penentuan panjang gelombang maksimum, dimana panjang gelombang
maksimum merupakan panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimal
terhadap kompleks warna yang terbentuk dari analit. Penentuan panjang gelombang
maksimal dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan
panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. Dalam
kegiatan praktikum penentuan panjang gelombang maksimal , terlebih dahulu
diasumsikan absorban larutan adalah pada 0,434, sehingga dapat ditentukan
konsentrasi larutan yang akan dibuat dengan menggunakan persamaan lambert –
beer yang mana didapatkan konsentrasi larutan yang dapat memberikan absorbansi
0,434 adalah 6,07 µg/mL. sehingga dari larutan stok baku yang dibuat dilakukan
pemipetan sebanyak 6,07 mL yang selanjutnya dilarutkan dengan NaOH hingga
volume 10 mL yang kemudian diukur dengan panjang gelombang 220 – 300 nm dan
didapatkan panjang gelombang maksimum pada 256 nm, sehingga dalam penentuan
kadar parasetamol digunakan panjang gelombang tersebut. Menurut teori, panjang
gelombang maksimum untuk parasetamol adalah 257, namun karena pada praktikum
ini rentang panjang gelombang yang digunakan adalah 3, maka panjang gelombang
256 bisa digunakan karena mendekati nilai tersebut. Jika dilihat dalam table
absorbansi panjang gelombang maksimum, absorbansi tertinggi diperoleh pada
panjang gelombang 220 nm, namun nilai ini tidak digunakan karena pada panjang
gelombang tersebut, larutan yang dideteksi tidak hanya parasetamol, namun jg
pengotor pada larutan, sehingga bukan merupakan hasil absorbansi murni larutan.
Penggunaan panjang gelombang maksimal dalam analisa kuantitatif dengan
spektrofotometer merupakan hal yang penting, hal ini dikarenakan :
a. Pada
panjang gelombang maksimal, kepekaanya juga maksimal karena pada panjang gelombang
maksimal tersebut perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah
yang paling besar.
b. Di
sekitar panjang gelombang maksimal bentuk kurva absorbansi datar , dan pada
kondisi tersebut hokum Lambert – Beer akan terpenuhi
c. Jika
dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang
panjang gelombang akan kecil sekali ketika digunakan panjang gelombang
maksimal.
5.4
Ekstraksi Dan Penetapan Kadar Parasetamol dari Tablet
Proses
preparasi diawali dengan penimbangan bobot tablet paracetamol sebanyak 20
tablet,dimana penggunaan satu tablet parasetamol belum dapat mewakili kadar
parasetamol pada sebagian besar tablet karena tidak pasti antara satu tablet
dengan tablet yang lain mengandung jumlah parasetamol yang sama sehingga
parasetamol yang ditimbang adalah sebanyak 20 tablet. Berat total dari 20
tablet adalah sebanyak 13,5171 gram. Tablet yang telah ditimbang tersebut
digerus hingga homogen. Kemudian ditimbang sebanyak 50 mg dan dilarutkan dengan
100 ml NaOH 0.1 N dalam labu ukur lalu dikocok atau dihomogenkan selama 10
menit untuk mengoptimalkan proses pelarutan paracetamol dengan NaOH 0.1 N. Larutan
paracetamol hasil ekstraksi disaring dan dipipet sebanyak 5 ml kemudian diencerkan dengan NaOH 0,1 N
dalam labu ukur 250 ml sampai tanda batas. Dalam praktikum ini dibuat 2 sampel
dengan cara pengerjaan yang sama dalam sampel parasetamol yang sama sehingga mendapat dua data hasil pengukuran. .Larutan
sampel parasetamol diukur absorbansinya pada panjang gelombang 256 nm dan diperoleh
hasil absorbansi:
1.
sampel
I : 0,525
2.
sampel
II : 0,526
Dari nilai absorbansi ini dapat
dihitung kadar paracetamol dengan menggunakan persamaan regresi linear yang diperoleh pada kurva kalibrasi
larutan standar paracetamol.
5.5 Pembuatan Larutan Standar Untuk
UJi Linierritas
Didalam membuat kurva standar perlu
dibuat beberapa konsentrasi larutan dari larutan stok baku parasetamol 0,01
mg/ml. Menurut Gandjar dan Rohman dalam bukunya yang berjudul Kimia Farmasi Analisis dicantumkan bahwa
rentang absorbansi yang memberikan kesalah terkecil pada metode validasi adalah
0,2 – 0,8 A. Oleh sebab itulah dalam pembuatan kurva standar ini digunakan
beberapa konsentrasi yang memberikan rentang absorbansi antara 0,2 sampai 0,8
A. Dan setelah diketahui bahwa rentang
absorbansi yang memberikan kesalah terkecil adalah 0,2 – 0,8 A. Dimana, didalam
pembuatan larutan ini, digunakan NaOH dengan konsentrasi 0,01 N.
Setelah diketahui bahwa absorbansi
maksimumnya 0,8 dan minimumnya 0,2 A, selanjutnya dihitung konsentrasi larutan
yang harus dibuat dengan menggunakan rumus : , dimana nilai A adalah absorbansi yang ingin
dicapai, bernilai 715 dan b adalah 1. Dari sini kita
dapat menentukan konsentrasi berpakah dari absorbansi maksimum dan minimum.
Setelah dilakukan perhitungan, didapat
bahwa absorbansi maksimum, didapat pada konsentrasi 0,011 mg/ml, sedangkan
absorbansi minimum pada konsentrasi 0,0028 mg/ml. sehingga dari hasil ini
didapat bahwa konsentrasi larutan standar yang dibuat adalah 0,0028 mg/ml, 0,004
mg/ml, 0,005 mg/ml, 0,006 mg/ml, 0,007 mg/ml, 0,008 mg/ml, 0,009 mg/ml dan 0,01
mg/ml.
Untuk membuat larutan tersebut dibuat
dari larutan stok baku parasetamol 0,01 mg/ml dan diencerkan hingga volumenya
menjadi 10 ml dengan menggunakan NaOH 0,1 N. Untuk mengetahui berapa jumlah
NaOH yang dipipet, digunakanlah rumus pengenceran V1 x M1 = V2 x M2 . setelah didapat larutan
standar dengan berbagai konsentrasi tersebut, selanjutnya dipindahkan masing –
masing larutan
tersebut kedalam masing – masing botol vial
dan diberi label sesuai konsentrasi larutan standar.
5.6 Pembuatan kurva Kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi atau kurva
standar bertujuan untuk mengetahui linieritas hubungan antara konsentrasi
larutan standar dengan absorbansinya, sehingga praktikan tahu apakah langkah
kerja yang dilakukan telah sesuai atau tidak. Agar memperoleh hasil akurat
dalam penentuan absorbansi parasetamol pada sampel. Didalam pembuatan kurva
kalibrasi, digunakanlah hasil pengukuran absorbansi dari masing – masing
larutan standar yang telah dibuat dengan menggunakan spektrofotometer Merck
SHIMADZU Uv mini-1240, pada panjang gelombang maksimum, yaitu 256 nm. Didalam
pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer ini, digunakan kuvet yang
terbuat dari kuarsa yang berbentuk persegi panjang. Dimana kuvet ini merupakan
kuvet yang paling bagus untuk pengukuran absorbansi.
Didalam pengukuran absorbansi ini, perlu
dilakukan pembilasan pada kuvet dengan larutan yang akan diukur dan pastikan
bagian kuvet yang berwarna bening bersih dengan Tissue kering dan jangan sampai
tersentuh dengan tangan. Karena hal tersebut dapat mempengaruhi absorbansi.
Setelah didapat absorbansi dari masing –
masing konsentrai larutan, dilakukan pembuatan kurva dengan memplot antara
konsntrasi ( sumbu x) dan absorbansi sampel ( sumbu y), lalu titik tersebut
dihubungkan dengan garis lurus. Selanjutnya ditentukan kelinieritasnya dengan
menggunakan koefisien korelasi. Dimana kurva tersebut dapat dikatakan linear,
jika nilai koefisien korelasinya mendekati satu (1).
Dan setelah diplot dalam kurva, didapat
hasil bahwa kurvanya hamper linier, dimana koefisien korelasinya mendekati
satu, namun garis yang terbentuk tidak lurus. Penyimpangan dari garis lurus ini
dapat disebabkan oleh adanya kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, serta
reaksi ikutan yang terjadi. Setelah data absorbansi dan konsentrasi dimasukkan
dalam persamaan garis linier, diperoleh kurva yang membentuk garis lurus,
dimana menyatakan bahwa kurva standar yang dibuat telah linier atau hubungan
antara konsentrasi dan absorbansi sudah linier.
Hal
– hal yang harus diperhatikan
Didalam praktikum kali ini, ada beberapa
hal yang hendaknya perlu diperhatikan, agar hasil yang didapat merupakan
kondisi yang sesungguhnya dari sampel yang diperiksa , yaitu :
·
Haluskan sampel parasetamol dari 20
tablet secara sempurna, baru ditimbang sesuai kebutuhan, dengan tujuan agar
hasil yang dihasilkan representative.
·
Gunakan peralatan yang bersih, bebas dari
pengotor atau kontaminan serta dipastikan benar – benar kering bila perlu
dibilas terlebih dahulu dengan larutan kerja
·
Teliti didalam melakukan penimbangan
maupun pemipetan
·
Gunakan kuvet yang bersih dan dibilas
sebelumnya dengan larutan yang akan diukur absorbansinya
·
Beri label pada masing – masing larutan
untuk mencegah terjadinya tertukarnya sampel.
·
Pastikan sktrofotometer yang digunakan
telah dipanaskan sebelumnya untuk mengoptimalkan kerja alat itu sendiri.
BAB
VI
SIMPULAN
6.1
Simpulan
1.
Pada praktikum ini hubungan konsentrasi
dan absorbansi parasetamol dinyatakan dalam bentuk kurva, dimana diperoleh
garis lurus yang menyatakan hubungan linier antara konsentrasi parasetamol dan
absorbansi pada panjang gelombang maksimum, yaitu 256 nm.
2.
Persamaan regresi yang diperoleh pada
praktikum ini berdasarkan Hukum Lambert-Beer adalah y = 51,32x – 0,00865.
3.
Kadar parasetamol pada sampel yang
diperiksa pada praktikum ini adalah 0,01040 mg/ml. hasil ini diperoleh dengan
menggunakan persamaan regresi diatas.