Praktikum koefisien fenol
yang dilakukan ini merupakan uji efektifitas dari desinfektan terhadap
kemampuannya membunuh bakteri dalam waktu 10 menit, tapi tidak
membunuh bakteri dalam waktu 5 menit. Kemampuan ini dibandingkan dengan
kemampuan fenol dalam membunuh bakteri dengan waktu dan kondisi yang sama. Koefisien
fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan antimikroba tersebut kurang
efektif dibanding dengan fenol. Dan sebaliknya, jika koeisien fenol lebih dari
1 maka bahan antimikroba tersebut lebih efektif jika dibandingkan dengan fenol.
Fenol adalah salah satu contoh
disinfektan yang efektif dalam membunuh kuman pada konsentrasi rendah. Daya
bunuhnya ini disebabkan karena fenol mempresipitasikan protein secara aktif,
dan selain itu juga merusak membran sel dengan menurunkan tegangan
permukaannya. Dengan persetujuan para ahli dan peneliti, fenol dijadikan
standar pembanding untuk menentukan aktivitas sesuatu desinfektan.
Desinfektan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
merk Wipol, yang pada kemasannya tertera mengandung bahan aktif pine oil 2,5% yang merupakan
desinfektan golongan phenolic yang dapat menyebabkan iritasi kulit dan dapat
digunakan sebagai desinfektan. Desinfektan didefinisikan sebagai
bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya
infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk
membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.
Bahan kimia
tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan
efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang akan dimatikan. Bahan
kimia yang termasuk dalam desinfektan dapat dari golongan aldehid atau golongan
pereduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol,
yaitu senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa
terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus
-X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner,
golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida.
Tidak
semua desinfektan dapat digunakan untuk pengendalian mikroorganisme secara
umum. Desinfektan tertentu hanya cocok untuk mengendalikan mikroorganisme
tertentu dan tidak mampu mengendalikan mikroorganisme lain. Beberapa jenis
desinfektan ada yang hanya efektif pada lapisan luar saja, ada yang memiliki
daya kerja yang luas terhadap mikroorganisme dan ada pula yang hanya bisa
mengatasi sejumlah kecil mikroorganisme. Pengguna desinfektan dituntut bisa
melakukan pilihan secara tepat, sehingga minimal harus mengetahui kelemahan dan
keunggulan masing-masing desinfektan. Bakteri dalam bentuk spora lebih tahan
terhadap desinfektan. Hal ini disebabkan karena dinding spora bersifat
impermeabel dan asam ribonukleat di dalam protoplasma memiliki ketahanan yang
tinggi terhadap pengaruh buruk dari desinfektan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan desinfektan yang digunakan
untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme adalah :
1. Jenis
organisme yang digunakan.
2. Jumlah
mikroorganisme yang digunakan.
3. Umur dan
sejarah dari mikroorganisme.
4. Jaringan
atau unsur-unsur yang ada dalam mikrorganisme.
5. Jenis
racun dari zat kimia (jika diambil secara internal).
6. Waktu
bagi zat kimia untuk bekerja dan konsentrasi yang dipakai.
Pada penentuan koefisien fenol pada desinfektan, langkah pertama
yang dilakukan adalah pembuatan larutan pengenceran fenol dengan berbagai
konsentrasi. Disiapkan 3 buah tabung reaksi steril yang masing-masing tabung
reaksi berisi aquadest steril sebanyak 6,9 ml, 7,9 ml, dan 8,9 ml. Setelah itu dimasukkan
fenol sebanyak 0,1 ml pada setiap tabung. Variasi pengenceran fenol ini untuk
memperoleh konsentrasi fenol yang baik yang dapat membunuh kuman. Pengenceran
ini sudah melalui penelitian yang dapat membunuh kuman dalam waktu 10 menit
tapi tidak membunuh kuman dalam 5 menit.
Langkah selanjutnya adalah pembuatan larutan pengenceran
desinfektan. Dalam pembuatan larutan pengenceran desinfektan, disiapkan 3 buah
tabung reaksi steril yang telah berisi aquadest steril 9,9 ml, 14,4 ml, dan
19,9 ml, kemudian ditambahkan 0,1 ml desinfektan.
Kemudian dilakukan pembuatan formulasi kuman. Kuman yang digunakan
adalah kuman Salmonella sp. Koloni
diambil beberapa ose, kemudian dimasukkan pada tabung reaksi yang berisi
aquadest steril sebanyak 3,5 ml dan
dihomogenkan.
Tabung yang telah berisi pengenceran fenol dan pengenceran
desinfektan ditambahkan suspensi bakteri Salmonella
sp. sebanyak 0,5 ml pada setiap tabung. Pada saat menambahkan suspensi
bakteri, digunakan pipet volume dan harus dalam keadaan aseptis untuk mencegah
kontaminasi dari luar sehingga hasil yang didapat menjadi lebih akurat.
Bakteri yang telah dimasukkan ke dalam tabung yang berisi
pengenceran fenol dan pengenceran desifektan tadi kemudian diinokulasi pada
media Nutrient Agar. Untuk
melakukan penanaman bakteri (inokulasi) terlebih dahulu diusahakan agar semua
alat yang ada dalam hubungannya dengan medium agar tetap steril, hal ini agar
menghindari terjadinya kontaminasi. Nutrient Agar (NA) adalah
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (penyimpanan kuman-kuman/bakteri).
Media ini berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi, memperbanyak jumlah,
menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba. NA juga digunakan
untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam
artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang
dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. NA merupakan salah satu media yang
umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, produk
pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri,
dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni.
Penanaman pada media Nutrient Agar pada
praktikum ini dilakukan dengan metode cawan gores. Metode
cawan gores (Steak Plate) bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme dari
campurannya atau meremajakan kultur ke dalam medium baru. Cara penanaman bakteri dengan metode gores
adalah kawat terlebih dahulu dipijarkan sedangkan sisanya tungkai cukup
dilewatkan nyala api saja setelah dingin kembali kawat itu disentuhkan lagi
dalam nyala api. Setelah difiksasi, ditunggu beberapa saat sebelum mengambil
bakteri, agar suhu ose tidak terlalu panas dan bakteri tidak mati. Tetapi perlu
diingat juga bahwa ose tidak boleh terlalu lama didiamkan agar ose tidak terkontaminasi
dengan bakteri dari udara. Kemudian
digoreskan
ose ke permukaan media agar dengan pola
lurus atau zigzag secara hati-hati tanpa ditekan sehingga tidak merusak
permukaan agar. Di antara garis-garis
goresan akan terdapat sel-sel yang cukup terpisah sehingga dapat tumbuh menjadi
koloni. Proses penggoresan ini dilakukan secara bertahap pada masing-masing
media yaitu dalam waktu 5 menit dan 10 menit. Kemudian diinkubasi dalam inkubator selama 2 x 24 jam
pada suhu 37ºC. Proses inkubasi dilakukan pada suhu tersebut karena suhu 37ºC
merupakan suhu bakteri Salmonella dapat
tumbuh secara optimal. Setelah diinkubasi diamati ada tidaknya koloni bakteri
yang tumbuh.
Hasil
yang didapat dari percobaan kali ini adalah pada pengenceran fenol 1:70, 1:80
dan 1:90 baik pada menit ke-5 maupun menit ke-10 terjadi pertumbuhan koloni
bakteri pada media NA dengan ciri – ciri :
-
Bentuk bulat keping
-
Tepi smooth
-
Ukuran kecil
-
Warna bening serupa media
Hal ini
terjadi karena fenol yang digunakan merupakan stok lama, sehingga keefektifannya
berkurang dalam membunuh kuman dengan pengenceran 1:70 ; 1:80 dan 1:90.
Demikian pula pada pengenceran desinfektan
1:100 ; 1:150 dan 1:200 baik pada menit
ke-5 maupun menit ke-10 terjadi pertumbuhan koloni bakteri pada media NA dengan
ciri – ciri :
-
Bentuk bulat keping
-
Tepi smooth
-
Ukuran kecil
-
Warna bening serupa media
Hasil
ini menunjukan bahwa desinfektan Wipol yang digunakan kemungkinan memang tidak
dapat membunuh kuman dengan pengenceran 1:100
; 1:150 dan 1:200. Selain itu, waktu pemaparan desinfektan dengan
bakteri juga dapat mempengaruhi efektivitas desinfektan. Karena semakin tinggi
konsentrasi dan semakin lama paparan akan meningkatkan efektivitas senyawa
desinfektan tersebut. Selain itu, banyak faktor kesalahan pada praktikum yang dapat
mempengaruhi hasil tersebut.
Adanya pertumbuhan
koloni bakteri pada fenol dan desinfektan menyebabkan koefisien fenol tidak
dapat dihitung karena koefisien fenol ditentukan dari membandingkan pengenceran
tertinggi desinfektan dapat membunuh kuman dalam 10 menit tapi tidak membunuh
kuman dalam 5 menit dengan pengenceran tertinggi fenol dapat membunuh kuman
dalam 10 menit tapi tidak membunuh kuman dalam 5 menit. Jadi, apabila tidak ada
nilai pengenceran tertinggi fenol dan desinfektan dalam membunuh kuman, maka
koefisien fenol tidak dapat dihitung.
Kesalahan-kesalahan
pada praktikum penentuan koefisien fenol kemungkinan disebabkan karena beberapa
faktor, diantaranya adalah :
·
Terlalu banyak berbicara pada pengerjaan
sehingga banyak bakteri droplet.
· Pada saat percobaan, pengerjaan dilakukan
kurang aseptis, sehingga dapat menyebabkan kontaminan masuk kedalam tabung uji.
Akibatnya, dapat mempengaruhi hasil pengamatan.
·
Pada saat percobaan, waktu kontak bakteri
dengan desinfektan tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.