PRAKTIKUM V
PEMERIKSAAN UJI
SILANG SERASI (CROSSMATCHING)
HARI/TANGGAL : SENIN/ 15 APRIL 2013
TEMPAT :
Unit Transfusi Darah , RSUP
Sanglah
I.
TUJUAN
-
Untuk mengetahui
kecocokan darah pendonor dengan darah resipien.
II.
METODE
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan
ini adalah metode aglutinasi.
III.
PRINSIP
Antibodi yang terdapat dalam
serum/plasma, bila direaksikan dengan antigen
pada sel darah merah, melalui inkubasi pada suhu 370C dan
dalam waktu tertentu, dan dengan penambahan anti monoglobulin akan terjadi reaksi aglutinasi.
IV.
DASAR
TEORI
Darah selalu dihubungkan dengan
kehidupan, baik berdasarkan kepercayaan saja maupun atas dasar bukti
pengamatan. Penggunaan darah yang berasal dari individu lain dan diberikan
secara langsung ke pembuluh darah juga sudah lama pula dilakakukan, paling
tidak sejak abad pertengahan. Pada mulanya, pemberian darah seperti ini dan
kini yang dikenal sebagai transfusi tidak dilakukan dengan landasan ilmiah,
tidak mempunyai indikasi yang jelas dan dilakukan sembarang saja. Tindakan ini
lebih banyak dilakukan atas dasar yang lebih bersifat kepercayaan, misalnya
darah sebagai lambang kehidupan. Indikasi juga tidak jelas, bukan terutama
untuk mengobati penyakit atau
memperbaiki keaadaan karena perdarahan. Lebih sering hal ini dilakukan untuk
tujuan seperti peremajaan jaringan (rejuvenilisasi). Pelaksanaannya juga tidak
didasarkan atas pengetahuan yang cukup. Oleh karena itu tidak heran bila pada
masa itu banyak korban karena tindakan yang dilakukan secara sembarang ini,
baik pada donor maupun pada penerima
darah. Bahkan pernah ada suatu masa, tepatnya abad ke-17 dan 18 transfusi
dilarang dilakukan di Eropa (Sadikin, 2002).
Barulah pada akhir abad ke-19 dan
di awal abad ke-20. Fenomena ini dapat dipahami dengan jelas dan tepat, sehingga
tindakan transfusi dapat dilakukan dengan cara yang jauh lebih aman. Pada masa
itu, seorang dokter berkebangsaan Austria dan bekerja di New York, Karl
Landsteiner, menemukan melalui sejumlah besar pengamatan, bahwa darah manusia
yang berasal dari dua orang yang berbeda tidaklaah selalu dapat dicampur begitu
saja tanpa perubahan fisik apapun. Dalam kebanyakan pengamatan, pencampuran
darah yang berasal akan menyebabkan timbulnya pegendapan sel-sel darah merah.
Peristiwa mengendap sel tersebut dinamai sebagai aglutinasi. Pengamatan
selanjutnya memperlihatkan, bahwa peristiwa ini melibatkan SDM dan bagian cair
dari darah, yaitu serum atau plasma. Serum sesorang tidak dapat mengendapkan
SDM orang itu sendiri atau SDM yang berasal dari orang lain, yang bila darahnya
dicampur dengan darah orang yang pertama,
tidak menyebabkan pengendapan. Akan tetapi, bila darah dari 2 orang
berbeda dicampur dan aglutinasi terjadi,
maka bila serum dari salah satu dari orang tersebut dicampur dengan SDM dari
orang yang lainnya, akan terjadi aglutinasi (Sadikin, 2002).
Hemolisis atau lebih dikenal dengan kejadian pecahnya
sel darah merah secara normal didalam tubuh tidak dapat dihindari apabila sel
darah merah atau eritrosit sudah mencapai usianya, dengan pecahnya sel darah
merah atau eritrosit didalam tubuh secara normal tubuh direspon untuk membentuk
sel darah merah yang baru. Haemoglobin yang keluar dari sel darah merah atau
eritrosit akan diuraikan oleh organ tubuh yang bertanggung jawab dan bagian
yang penting dari penguraian ini akan dimanfaatkan kembali untuk pembentukan
sel darah merah yang baru. Pada
kejadian yang tidak normal jumlah sel darah merah yang pecah lebih besar dari
pada pembentukan sel darah merah yang baru dan mengakibatkan dari peruraian Hb
akan membubung tinggi dan sangat mengganggu organ lain (organ tubuh) (Ismail,
2010).
Kejadian
hemolisis yang tidak normal (abnormal) bisa disebabkan oleh beberapa faktor
dari dalam tubuh (invivo) sendiri, misalnya kondisi sel darah merah itu sendiri
kurang baik, atau bisa disebabkan oleh faktor luar (invitro), dari faktor luar
bisa dijumpai akibat dari faktor transfusi darah, karena disebabkan adanya
reaksi antibodi terhadap antigen yang masuk kedalam tubuh atau pada sel darah
merah dan risikonya akan lebih besar apabila sel darah merah donor yang
ditransfusikan tidak cocok dengan antibodi yang berada dalam plasma donor
dengan sel darah merah pasien. reaksi hemolisis in vivo karena transfusi ini
disebut reaksi hemolitik transfusi. Reaksi hemolitik bisa terjadi secara
langsung (direck or indirec) dan dapat berakibat fatal, dan bisa juga reaksinya
baru muncul beberapa waktu kemudian setelah transfusi ( delay hemolitik
tarnsfution reaction ).
Akibat yang fatal dari reaksi transfusi dikarenakan ketidak cocokan golongan darah ABO ( antibodi-A,-B,-AB ) yang dibuat secara teratur menurut golongan darah masing-masing. Disamping itu mungkin ada antibodi lain yang mungkin dibentuk secara alamiah tetapi tidak beratur ( antibodi -Lewis,-A1,-P1 dll ) atau antibodi immun (Ismail, 2010).
Reaksi transfusi yang baru muncul beberapa waktu kemudian setelah transfusi ( delay hemolitik tarnsfution reaction ) bisa disebabkan karena darah donor sesungguhnya tidak compatible denga darah pasien, namun dalam reaksi silang/uji silang serasi menhasilkan false-compatible (Ismail, 2010).
Akibat yang fatal dari reaksi transfusi dikarenakan ketidak cocokan golongan darah ABO ( antibodi-A,-B,-AB ) yang dibuat secara teratur menurut golongan darah masing-masing. Disamping itu mungkin ada antibodi lain yang mungkin dibentuk secara alamiah tetapi tidak beratur ( antibodi -Lewis,-A1,-P1 dll ) atau antibodi immun (Ismail, 2010).
Reaksi transfusi yang baru muncul beberapa waktu kemudian setelah transfusi ( delay hemolitik tarnsfution reaction ) bisa disebabkan karena darah donor sesungguhnya tidak compatible denga darah pasien, namun dalam reaksi silang/uji silang serasi menhasilkan false-compatible (Ismail, 2010).
Reaksi silang (Crossmatch = Compatibility-test) perlu
dilakukan sebelum melakukan transfusi darah untuk melihat apakah darah
penderita sesuai dengan darah donor. Pengartian Crossmatch adalah
reaksi silang in vitro antara darah pasien dengan darah donornya yang akan di
transfusikan. Reaksi ini dimaksudkan untuk mencari tahu atau apakah darah donor
akan ditranfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien didalam
tubuhnya, atau adakah plasma donor yang turut ditransfusikan akan melawan sel
pasien didalam tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan
adanya reaksi hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien.
Maka dapat
disimpulkan tujuan Crossmacth sendiri yaitu mencegah reaksi hemolitik tranfusi darah
bila darah didonorkan dan supaya darah yang ditrafusikan itu benar-benar ada
manfaatnya bagi kesembuhan pasien.
Jika pada reaksi
tersebut golongan darah A,B dan O penerima dan donor sama, baik mayor maupun
minor test tidak bereaksi berarti cocok.
Jika berlainan, misalnya donor golongan darah O dan penerima golongan darah A
maka pada test minor akan terjadi aglutinasi atau juga bisa sebaliknya
berarti tidak cocok (Anonim, 2010).
Mayor
Crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan penerima
darah dan sebaiknya dilakukan demikian sehingga Complete Antibodies maupun
incomplete Antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja. Cara dengan
objek glass kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan
hanya pada suhu kamar saja tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya
bereaksi pada suhu 37 derajat Celcius. Lagi pula untuk menentukan anti Rh
sebaiknya digunakan cara Crossmatch dengan high protein methode. Ada beberapa
cara untuk menentukan reaksi silang yaitu reaksi silang dalam larutan garam
faal dan reaksi silang pada objek glass (Anonim, 2010).
Serum
antiglobulin meningkatkan sensitivitas pengujian in vitro. Antibody kelas IgM
yang kuat biasanya menggumpalkan erythrosit yang mengandung antigen yang
relevam secara nyata, tetapi antibody yang lemah sulit dideteksi. Banyak
antibodi kelas IgG yang tak mampu menggumpalkan eryhtrosit walaupun antibody
itu kuat. Semua pengujian antibodi termasuk uji silang tahap pertama
menggunakan cara sentrifugasi serum dengan eryhtrosit. Sel dan serum kemudian
diinkubasi selama 15-30 menit untuk memberi kesempatan antibodi melekat pada
permukaan sel, lalu ditambahkan serum antiglobulin dan bila pendertita
mengandung antibodi dengan eryhtrosit donor maka terjadi gumpalan. Uji saring
terhadap antibodi penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu hamil yang
kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (Anonim, 2010).
V.
ALAT DAN
BAHAN
A. ALAT
1.
Tabung reaksi ukuran 12x75 mm
2.
Rak tabung reaksi
3.
Inkubator
4.
Sentrifuge
5.
Botol semprot
B. BAHAN
1.
Sampel serum OS
2.
Sampel plasma donor
3.
Cell darah donor 5 %
4.
Cell darah resipien 5 %
C. REAGENSIA
1.
Saline/ NaCl 0,9
2.
Bovine albumin 22 %
3.
Coomb’s serum
4.
Coomb’s control cells
VI.
CARA KERJA
A.
Phase I : Phase suhu kamar di dalam
saline medium
1.
Diambil 3 buah tabung ukuran 12 X 75 mm, dimasukkan ke
dalam masing-masing tabung
|
|
|
|
|
|
||||||||||||
2. Isi
dicampurkan dikocok-kocok hingga homogen. Diputar 3000 rpm selama 15 detik.
3. Reaksi
dibaca terhadap hemolisis dan aglutinasi secara mikroskopis.
B. Phase
II : Phase inkubasi 370C dalam medium bovine albumin 22%
1. Ke
dalam masing-masing tabung ditambahkan
bovine albumin 22 % sebanyak 2 tetes.
2. Tabung
dikocok-kocok
3. Diinkubasi
370C selama 15 menit
C. Phase
III : (Indirect Coomb’s Test)
1. Sel
darah merah dalam tabung dicuci sebanyak 3 x dengan saline
2. Ke
dalam kedua tabung ditambahkan
masing-masing 2 tetes Coomb’s serum
3. Hasil
reaksi dibaca secara makroskopis dan mikroskopis
D. Validitas
1. Kepada
tabung yang hasil coomb’s testnya negatif ditambahakan 1 tetes CCC (Coomb’s
Control Cell)
2. Diputar
3000 rpm selama 15 detik
3. Hasil
dibaca :
-
Positif : Reaksi silang valid
-
Negatif : Reaksi silang
tidak valid
VII. HASIL
PENGAMATAN
|
Phase I
|
Phase II
|
Phase III
|
Validitas
|
Mayor
|
-
|
-
|
-
|
+
|
Minor
|
-
|
-
|
-
|
+
|
Autocontrol
|
-
|
-
|
-
|
+
|
VIII. PEMBAHASAN
Crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah
pasien dengan darah donornya yang akan di transfusikan. Pemeriksaan ini
dilakukan sebelum pelaksanaan transfusi darah.
Tindakan uji
silang (crossmatch) diperlukan
sebelum melakukan tranfusi darah untuk melihat apakah darah penderita sesuai
dengan donor. Untuk
tujuan tersebut, golongan darah penerima resipien harus sama dengan golongan
darah pemberi donor dan uji
aglutinasi antara serum resipien dengan SDM donor dan serum donor dengan SDM
resipien.
Uji crossmatch ini penting bukan hanya pada transfusi
tetapi juga ibu hamil yang kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir.
Tujuan dilakukan periksaan uji silang adalah
Tujuan dilakukan periksaan uji silang adalah
1.
untuk melihat apakah darah dari
pendonor cocok dengan penerima (resipien).
2.
untuk konfirmasi golongan darah.
3.
untuk mencari tahu atau apakah darah
donor akan ditranfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien didalam
tubuhnya, atau adakah plasma donor yang turut ditransfusikan akan melawan sel
pasien didalam tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan
adanya reaksi hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien.
Maka dapat disimpulkan tujuan Crossmacth sendiri yaitu
mencegah reaksi hemolitik darah bila darah didonorkan dan supaya darah yang
ditrafusikan itu benar-benar ada manfaatnya bagi kesembuhan pasien.
Crossmatch mempunyai tiga fungsi, yaitu:
Crossmatch mempunyai tiga fungsi, yaitu:
1.
Konfirmasi jenis ABO dan Rh (kurang dari 5
menit)
2.
Mendeteksi antibodi pada golongan darah lain.
3.
Mendeteksi antibody dengan titer
rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah. Yang dua terakhir memerlukan
sedikitnya 45 menit.
Prinsip crossmatch ada dua yaitu Mayor dan Minor, yang penjelasnya sebagai berikut :
·
Mayor crossmatch adalah serum
penerima dicampur dengan sel donor. Maksudnya apakah sel donor itu akan
dihancurkan oleh antibody dalam serum pasien.
·
Minor crossmatch adalah plasma donor dicampur dengan sel penerima. Yang dengan
maksud apakah sel pasien akan dihancurkan oleh plasma donor.
Jika
golongan darah (system ABO) penerima dan donor sama, baik mayor maupun minor
tidak bereaksi, jika berlainan misalnya, donor golongan O dan penerima golongan
A, akan terjadi aglutinasi pada tes minor.
Mayor Crossmatch
merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan penerima darah dan
sebaiknya dilakukan demikian sehingga Complete Antibodies maupun incomplete
Antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja. Cara dengan objek glass
kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan hanya pada
suhu kamar saja tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi
pada suhu 37OC.
Pada pemeriksaan uji
silang serasi ada tiga fase yaitu :
1)
Fase I (fase suhu kamar, dalam
medium salin)
Fase ini menilai kecocokan antibody alami
dengan antigen eritrosit antara donor dan resipien, sehingga reaksi tranfusi
hemolitik yang fatal bisa dihindari. Pada fase ini juga dapat menentukan golongan
darah.
2)
Fase II (fase inkubasi pada suhu
37OC)
Fase ini untuk mendeteksi antibody anti-Rh dan
meningkatkan sensitivitas tes globulin dengan menggunakan media bovine albumin
22%. Dilakukan inkubasi selama 15 menit pada suhu 37OC sebagai suhu yang sama dengan suhu badan,
sehingga member kesempatan antibody untuk melekat pada sel. Inkubasi tidak
boleh lebih dari 15 menit karena ada kemungkinan terjadi aglutinasi
nonspesifik.
3)
Fase III (Indirect Coomb’s Test)
Fase ini merupakan uji antiglobulin. Untuk mendeteksi
IgG yang dapat menimbulkan masalah dalam tranfusi yang tidak dapat terdeteksi
pada kedua fase sebelumnya.
Sebelum di tes, eritrosit dicuci terlebih
dahulu dari globulin plasma yang tidak bersifat antizat spesifik dan kemudian
dicampur dengan Coomb’s serum, yaitu serum hewan yang mengandung antizat
spesifik terhadap globulin human. Adanya aglutinasi menunjukan adanya antizat
yang melapisi eritrosit.
Uji validitas berfungsi
untuk mengetahui, apakah uji silang yang dilakukan sudah valid atau tidak. Hasil
uji validitas pasti menunjukan hasil positif, namun positif lemah. Pada uji
validitas, tabung yang menghasilkan hasil positif pada fase sebelumnya tidak di
lakukan uji lagi, karena uji ini untuk mengetahui validitas dari uji silang.
Jika pada reaksi tersebut
golongan darah A,B dan O penerima donor sama, baik mayor maupun minor test
tidak bereaksi, berarti hasil compatible/cocok. Jika berlainan misalnya donor
golongan darah O dan penerima golongan darah A, maka berarti incompatible/tidak
cocok.
Pada praktikum ini,
didapatkan hasil uji silang fase 1,2,3 dan uji validitas sebagai berikut
|
Phase I
|
Phase II
|
Phase III
|
Validitas
|
Mayor
|
-
|
-
|
-
|
+
|
Minor
|
-
|
-
|
-
|
+
|
Autocontrol
|
-
|
-
|
-
|
+
|
Pada table dapat
dilihat bahwa, hasil uji silang fase 1,2 dan 3 untuk tabung mayor, minor
ataupun autocontorl selalu menunjukan hasil negatif (tidak terjadi aglutinasi).
Hal ini berarti terjadi ketidak cocokan antara serum pasien dengan darah donor.
Dengan demikian, hasil uji silang dapat dinyatakan compatible untuk resipien
sehingga proses tranfusi dapat dilakukan.
Karena keseluruh tabung
menunjukan hasil negative, maka pada seluruh tabung dilakukan uji validitas
untuk mengetahui apakah uji silang yang telah dilakukan valid. Tabung minor,
mayor dan autocontrol seluruhnya menunjukan hasil uji yang valid. Hasil ini
ditunjukan dari adanya aglutinasi pada tabung, namun aglutinasinya lemah. Namun
pada tabung mayor, sempat terjadi kesalahan dalam pengamatan, karena pada uji
validitas tampak tidak terjadi aglutinasi. Hal ini karena saat awal pengamatan,
tampak aglutinasi lemah, dan pengocokan tabung dipercepat dengan maksud untuk
mempertegas timbulnya aglutinasi. Hal ini justru membuat darah bercampur dan
aglutinasi tidak tampak lagi. Oleh karena itu, teknik pengocokan tabung pada
uji validitas berbeda dengan phase uji silang. Dimana aglutinasi yang terjadi
adalah aglutinasi lemah dan akan jelas terlihat apabila di amati dengan
mikroskop.
IX.
Simpulan
Hasil uji silang untuk
sampel R3 sebagai resipien dan D4 sebagai donor adalah compatible/cocok,
sehingga dapat dilakukan tranfusi darah dari donor ke resipien.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Reaksi Silang Serasi.
Diakses di http://www.sodiycxacun.web.id/2010/10/reaksi-silang-crossmatch.html.
diakses tanggal 11 April 2013
Anonim. 2011. Crossmatch ( reaksi
Silang Serasi. Diakses di http://labku1rskd.wordpress.com/tag/crossmatch-reaksi-silang-serasi/.
Diakses tanggal 11 April 203
Ismail.2011. Pemeriksaan pre Transfusi
Darah. Diakses di http://ismail-pemeriksaandarahpretransfusi.blogspot.com/.
Diakses tanggal 11 April 2013.
Sadikin, Muhamad. 2002. Biokimia Darah. Jakarta : Widya Medika