Selasa, 12 Juni 2012

Titrasi Iodometri Penentuan Kadar Iodat


TITRASI IODOMETRI
REDOKSIMETRI (Percobaan 6)
PENENTUAN KADAR IODAT PADA GARAM DAPUR (Percobaan 7)
I.                Waktu / Tempat Praktikum : Rabu,18 April 2012 / Lab Kimia Jur. Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar

II.             Tujuan
1.      Mahasiswa dapat membuat larutan baku Na2S2O3 0,005 N dan KIO3 0,005 N yang diperlukan untuk titrasi
2.      Mahasiswa dapat melakukan standarisasi Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N.
3.      Mahasiswa dapar menentukan kadar iodat pada garam dapur

III.          Prinsip
Titrasi iodometri (redoksimetri) termasuk dalam titrasi dengan cara tidak langsung, dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang nantinya dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3. Cara ini digunakan untuk penentuan oksidator H2O2. Pada oksidator ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang akan dititrasi dengan Na2S2O3. Sebagai indicator, digunakan larutan kanji. Titik akhir titrasi pada iodometri apabila warna biru telah hilang.

IV.          Dasar Teori
Titrasi reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi. (Siregar,2010)
Dasar dari cara iodometri adalah reaksi kesetimbangan dari iodium dan iodide
I2 + 2e         2I- dengan demikian 1 grol I2 = 2 grek.
Titrasi dengan iodometri dapat dibagi menjadi 2 cara :
1.   Cara langsung
Iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan menggunakan larutan tiosulfat. (Saragih,-)
Reduktor + I2 → 2I-
Na2S2O3 + I2 → NaI + Na2S4O6
2.   Cara tidak langsung
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat. (Saragih,-)
Oksidator + KI →  I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6
Dalam hal ini iodide sebagai perediksi diubah menjadi iodium. Iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Cara iodometri digunakan untuk untuk menentukan zat pengoksidasi, misalnya penentuan zat oksidator H2O2. Pada oksidator ini ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3.
Reaksi :
H2O2 + KI + HCl I2 + KCl + 2H2O
Pembakuan Larutan Na2S2O3
Pembakuan Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3, Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat. Larutan baku yang digunakan untuk standarisasi thiosulfat sendiri adalah KIO3 dan terjadi reaksi:
Oksidator + KI I2
I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer. (Khopkar,1990)
Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 0,5%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. (Rivai,1995)

V.             Alat dan Bahan
Alat
Bahan
1.      Buret 50 mL
2.      Beaker glass
3.      Neraca analitik
4.      Spatel
5.      Gelas ukur
6.      Labu takar 500 mL
7.      labu takar 250 mL
8.      pipet volume 25 mL
9.      gelas arlogi
10.  batang pengaduk
11.  Erlenmeyer
12.  Pipet ukur 5 mL
13.  Botol tertutup
1.      Na2S2O3
2.      Na2O3
3.      Air suling
4.      I2
5.      KI
6.      H2SO4 2N
7.      Amilum
8.      As2O3
9.      NaOH 1N
10.  Garam dapur
11.  Label


VI.          Cara Kerja
·         Pembuatan Larutan NaS2O3 0,005 N
1.      0,6205 gram NaS2O3 ditimbang dalam gelas arloji pada neraca analitik
2.      Dimasukkan ke dalam gelas beaker kemudian dilarutkan dengan 50 ml aquades dan ditambahkan 10, g Na2CO3.
3.      Larutan diaduk hingga homogen dan dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL.
4.      Larutan lalu diencerkan dengan air suling bebas CO2 sampai volume larutan 500 mL
5.      Simpan dalam botol yang tertutup dan diberi label.

·         Pembuatan Larutan KIO3 0,005 N
1.      0,0891 gram kristal KIO3 ditimbang dengan gelas arloji pada neraca analitik.
2.      Dilarutkan dengan aquades kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 500 mL.
3.      Ditambahkan aquades sampai tepat pada tanda 500 mL.

·         Pembuatan Larutan H2SO4 2N 100 mL
1.      Disiapkan labu ukur 100 mL yang telah diisi aquades + ¾ volumenya.
2.      H2SO4 pekat (36N) dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang telah disiapkan lewat dinding.
3.      Ditambahkan aquades sampai tanda 100 mL kemudian dikocok.
·         Standarisai NaS2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N
1.      Dipipet 25 mL KIO3 0,005 N dan dimasukkan dalam Erlenmeyer.
2.      Ditambahkan 2 gram KI yang bebas iodat dan 5 mL H2SO4 2N.
3.      Larutan ditirasi dengan Natrium Thiosulfat yang akan ditentukan normalitasnya.
4.      Saat warna kuning hampir menghilang, titrasi dihentikan dan ditambahkan indicator amilum.
5.      Titrasi dilanjutkan sampai warna biru larutan tepat hilang.
6.      Dihitung normalitas NaS2O3.

·         Penentuan Kadar Iodat pada Garam Dapur
1.      Ditimbang 25 gram garam.
2.      Ditambahkan aquades dengan volume 125 mL.
3.      Ditambahkan 2 gram KI yang bebas iodat.
4.      Ditambahkan 5 mL asam sulfat 2N.
5.      Dititrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat yang telah diketahui normalitasnya.
6.      Saat warna kuning iodium hampir hilang, titrasi dihentikan dan ditambahkan indicator amilum.
7.      Titrasi dilanjutkan sampai warna biru larutan tepat hilang
8.      Dihitung kadar iodum dalam garam dapur.

VII.       Hasil Pengamatan
Percobaan 6
Sebelum ditambahkan indicator, larutan KIO3 berwarna bening. Setelah ditambahkan H2SO4, larutan menjadi berwarna kuning. Saat warna kuning hilang, ditambahkan indicator kanji, dan pemberian indicator kanji, larutan menjadi berwarna biru. Setelah warna biru larutan titrat hilang, titrasi dihentikan. Volume titran dicatat sebagai vol. titrasi.
Perhitungan.
Hasil titrasi Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N:                        
Vol. titrasi 1 : 25 ml
Vol. titrasi 2 : 25,8 ml
Vol. titrasi 3 : 24,6 ml
Vol. titrasi rata – rata : 25,133 ml
KIO3                 = Na2S2O3
V1 . N1              = V2 . N2
25 ml . 0,005 N = 25,133 ml . N2
0,125                 = 25,133 . N2
N2                     = 0,0049 N
Jadi normalitas dari Na2S2O3 pada titrasi iodometri ini adalah 0,0049 N

Percobaan 7

Volume Titrasi (ml)
Kadar Iodium
I
II
II
Rata-rata
Garam I
6,3
6
6
6,1
42,64 ppm
Garam II
0,2
0,4
-
0,3
2,097 ppm
Garam III
1,7
2
1,9
1,87
13,073 ppm



VIII.    Pembahasan
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodium. Iodium yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat.
Cara iodometri dapat digunakan untuk menentukan kadar iodium dalam garam. Pada oksidator/ garam ini ditambahkan larutan KI dan H2SO4 sebagai asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 dan dapat ditentukan kadarnya. Namun, sebelumnya, larutan Na2S2O3 ini harus dibakukan atau distandarisasi terlebih dahulu. Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganate. Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi kuning kecoklatan. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
Untuk senyawa yang memiliki potensial reduksi yang rendah dapat direaksikan secara sempurna dalam suasana asam. Indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji (amilum) yang dapat membentuk senyawa absorpsi dengan iodium yang dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas.  Titik akhir titrasi iodometri ialah apabila warna biru telah hilang.

IX.          Simpulan
1.      Untuk standarisasi Na2S2O3 dengan larutan KIO3 digunakan titrasi dengan metode iodometri karena Na2S2O3 dapat dioksidasi oleh KIO3 dengan penambahan KI dan asam sulfat.
2.      Larutan Na2S2O3 digunakan sebanyak 25,133 ml untuk titrasi 25 ml CaCO3. Titik akhir titrasi terjadi saat larutan titrat kehilangan warna biru.
3.      Penentuan kadar iodium dalam garam dilakukan dengan metode iodometri karena iodium akan dihasilkan dari reaksi redoks oleh Na2S2O3. Kadar Iodium garam I adalah 42,64 ppm, garam II adalah 2,097 ppm dan garam III memiliki kadar iodium 13,073 ppm. Sehingga, garam I adalah garam yang memiliki kadar iodium paling banyak.

X.             Saran
Praktikum ini sudah berjalan dengan baik, tertib dan lancar. Dengan partisipasi penuh dari semua dosen pembimbing. Namun, perlu ditingkatkan kedisiplinan dari seluruh praktikan dalam menjalankan praktikum agar praktikum lebih lancar lagi. Diperlukan juga pengarahan sebelum praktikum sehingga praktikan lebih memahami apa yang akan dilakukan.

XI.          Daftar Pustaka
Saragih, S., Iodometri dan Iodimetri, http://www.scribd.com/doc/23569314/Iodometri-Dan-Iodimetri, 23 April 2012.
Satuan Acara Praktikum Kimia Analitik (Semester II), Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Analis Kesehatan 2012
Siregar, K. 2010. Titrasi Oksidasi Reduksi. http://khairunnisasiregar.wordpress.com/2010/ 11/05/titrasi-oksidasi-reduksi/
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.

Titrasi Permanganometri


TITRASI PERMANGANOMETRI
Standarisasi KMnO4 dan Penentuan Kadar Zat Organik (KMnO4) pada Air Bersih

I.                Waktu / Tempat Praktikum : Rabu,7 Maret dan 14 Maret 2012 / Lab Kimia Jur. Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar

II.             Tujuan
1.      Mahasiswa dapat membuat larutan baku KMnO4 0,1 N dan larutan KMnO4 0,01 N yang diperlukan untuk titrasi
2.      Mahasiswa dapat melakukan pembakuan KMnO4 0,01 N dengan larutan asam oksalat 0,01 N.
3.      Mahasiswa dapat melakukan percobaan titrasi pemeriksaan zat organik dengan metode permanganometri pada sampel air bersih atau air limbah.
III.          Dasar Teori
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh Kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun, kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti:
a.       Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (II) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
b.      Ion-ion Bad an Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Zat organic dapat dioksidasi dengan KMnO4 dalam suasana asam dengan pemanasan. Sisa KMnO4 direduksi dengan asam oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali dengan KMnO4.
Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana asam, netral dan alkalis.
MnO4- + 8H+ + 5e → Mn2+ + 4H2O
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indicator, jadi titrasi permanganometri ini tidak memerlukan indikator, dan umumnya titrasi dilakukan dalam suasana asam karena karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan tiosulfat . Reaksi dalam suasana netral yaitu
MnO4 + 4H+ + 3e → MnO4 +2H2O
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan Reaksi dalam suasana alkalis :
MnO4- + 3e → MnO42-
MnO42- + 2H2O + 2e → MnO2 + 4OH
MnO4- + 2H2O + 3e → MnO2 +4OH
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral. Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air, lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap selama satu/dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui krus saring dari kaca maser.
 Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam penggunaan reagen ini. Sebagai contoh, permanganat adalah agen unsure pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Kelebihan titrasi permanganometri adalah Titrasi permanganometri ini lebih mudah digunakan dan efektif, karena reaksi ini tidak memerlukan indicator, hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah berfungsi sebagai indicator, yaitu ion MnO4- berwarna ungu, setelah diredukdsi menjadi ion Mn- tidak berwarna, dan disebut juga sebagai autoindikator.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada: Larutan pentiter KMnO4- pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+.
 MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+.
Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti  H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2 ↔ H2O2 + 2CO2
H2O2 ↔ H2O + O2
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilaksanakan.
Dalam bidang industri, metode titrasi permanganometri dapat dimanfaatkan dalam pengolahan air, dimana secara permanganometri dapat diketahui kadar suatu zat sesuai dengan sifat oksidasi reduksi yang dimilikinya, sehingga dapat dipisahkan apabila tidak diperlukan atau berbahaya.

IV.          Prinsip
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sample.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi. Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan natrium oksalat atau sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer. Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan permanganat.

Zat organic dapat dioksidasi dengan KMnO4 dalam suasana asam dengan pemanasan. Sisa KMnO4 direduksi dengan asam oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali dengan KMnO4.

V.             Alat dan Bahan
Alat
Bahan
-      Buret 50 ml
-      Pipet volume  25 ml
-      Labu takar 500 ml
-      Labu takar 1000 ml
-      Kompor listrik
-      Erlenmeyer
-      Pipet Ukur
-      Ball Pipet
-      Gelas Beaker
-       KMnO4
-       Aquadest
-       Asam oksalat
-       H2SO4 pekat (36N)
-       Sampel air


VII.       Hasil Pengamatan
a.         Standarisari Larutan KMnO4 0,01 N
Volume titrasi I     : 16 mL
Volume titrasi II   : 16,5 mL
Volume titrasi III  : 16,6 mL
Vol. Rata – rata     : 16,3 ml
Dalam pengamatan, setelah dititrasi secara perlahan, larutan Asam oksalat  dalam Erlenmeyer  perlahan-lahan berubah warna bening menjadi merah sangat muda. Hal tersebut menandakan bahwa larutan telah mencapai titik ekuivalen.


b.         Penentuan Kadar Zat Organik (KMnO4) pada Air Bersih

Standarisasi KMnO4 dengan Asam Oksalat
Volume titrasi I     : 10,2 mL
Volume titrasi II   : 10,2 mL
Vol. Rata – rata     : 10,2 ml
 
Penentuan Kadar Zat Organik
Volume titrasi I     : 1,2 mL
Volume titrasi II   : 1,5 mL
Volume titrasi II   : 1,6 mL
Vol. rata – rata      : 1,43 mL
Dalam pengamatan, setelah dititrasi secara perlahan, larutan sampel  dalam Erlenmeyer  perlahan-lahan berubah warna bening menjadi merah sangat muda. Hal tersebut menandakan bahwa larutan telah mencapai titik ekuivalen.


VIII.    Pembahasan
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh Kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Pada percobaan ini antara KMnO4 direduksi oleh asam oksalat dan KMnO4 mengoksidasi zat organic dalam air.
Dalam percobaan ini, sebagai pengasam digunakan larutan H2SO4 encer. Karena ion MnO4- akan tereduksi menjadi Mn2+ dalam suasana asam oleh reaksi dengan atom H. Selain itu, asam sulfat cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat. Dalam titasi permanganometri, tidak dibutuhkan indikator karena perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda menunjukan titik akhir suatu titrasi warna yang diperoleh pun harus sudah dalam keadaan tetap, artinya saat melakukan pengadukan, warna merah muda yang muncul tidak hilang, hal ini menunjukan titik kestabilan. Dalam hal ini terjadi reaksi oksidasi dan reduksi:
Oksidasi : H2C2O4 CO2 + 2H+ +2e-
Reduksi : MnO4- + 8 H+ Mn2+ + 4 H2O
Dalam percobaan pertama, standarisasi larutan KMnO4 dengan asam oksalat diperoleh molaritasnya sebesar 0,0061 N. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan dari larutan KMnO4 yang digunakan sudah lama dan telah melewati masa kadaluarsa sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai. Maka dari itu sebaiknya standarisasi dilakukan dengn bahan yang masih baik dan dilakukan setiap akan melakukan titrasi permanganometri.
Hasil standarisasi larutan KMnO4 pada praktikum hari ke dua didapatkan hasil sebagai berikut: volume titrasi I sebesar 10,2 mL, volume titrasi II sebesar 10,2 mL. Sehingga didapatkan konsentrasi  KMnO4 sebesar 0,01 N dan factor sebesar 0,98. Faktor ini merupakan factor ketelitian dalam melakukan standarisasi.
Setelah distandarisasi barulah dimulai penentuan kadar zat organic pada sampel air bersih. Pada proses ini zat organic dioksidasi oleh KMnO4 lalu dengan proses pemanasan diharapkan reaksi berlangsung lebih cepat. KMnO4 yang berlebih lalu direduksi oleh asam oksalat berlebih dan sisa asam oksalat yang berlebih tersebut dititrasi lagi oleh KMnO4 sehingga didapat volume titrasi.
Hasil standarisasi sampel dengan KMnO4 adalah sebagai berikut: volume titrasi I sebesar 1,2 ml, volume titrasi II sebesar 1,5 mL, dan volume titrasi III sebesar 1,6 mL. dari hasil perhitungan kemudian didapatkan kadar zat organic pada sampel air bersih sebesar 5,99 mg/L. Pada standar yang ada telah ditetapkan bahwa standar maksimal kandungan zat organic yang diperbolehkan dalam air bersih adalah 10 mg/L, sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan zat organic pada sampel masih dalam batas yang wajar

IX.          Simpulan
1)      Permanganometri adalah titrasi dengan reaksi reduksi oksidasi oleh KMnO4 sebagai titran terhadap bahan baku tertentu dalam hal ini asam oksalat dan zat organic yang terkandung di sampel air.
2)      Titrasi ini tidak membutuhkan indicator dan titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi merah sangat muda.
3)      Dalam penentuan kadar zat organic dalam sampel air, didapatkan hasil 7,59 mg/L dan hasil tersebut masih dalam batas normal.
X.             Saran
Praktikum ini sudah berjalan dengan baik, tertib dan lancar. Dengan partisipasi penuh dari semua dosen pembimbing. Namun, perlu ditingkatkan kedisiplinan dari seluruh praktikan dalam menjalankan praktikum agar praktikum lebih lancar lagi. Diperlukan juga pengarahan sebelum praktikum sehingga praktikan lebih memahami apa yang akan dilakukan.
Daftar Pustaka
              (akses tanggal 26 Maret 2012)
Satuan Acara Praktikum Kimia Analitik (Semester II), Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Analis Kesehatan 2012